Harga Nyawa Seorang Muslim

Bismillahirrahmanirrahim
Salamun ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
amma ba’du

Betapa seringnya hati kita teriris-iris pedih karena pertumpahan darah yang suci serta dibunuhnya jiwa yang tidak bersalah di Mesir tercinta. Aku mengingatkan diriku sendiri, mereka serta siapa saja yang memahami bahayanya menumpahkan darah. Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahannam kekal di dalamnya, dan Allah murka terhadapnya, melaknatnya serta menyiapkan azab yang pedih baginya”. (An Nisa’ : 93).

Dan di dalam dua kitab shahih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Hal pertama yang akan diadili pada hari kiyamat adalah permasalahan darah”. Muslim meriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah kalian tahu siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat berkata: Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham maupun harta. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiyamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat. Akan tetapi ia telah mencela orang lain, menuduh orang lain, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, memukul orag lain. Maka kebaikannya diberikan kepada orang yang dia zalimi, apabila kebaikannya telah habis sementara dia belum melunasinya, maka keburukan orang yang dia zalimi akan ditimpakan kepada dia dan dia akan dilontarkan ke dalam neraka”.

Al Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang senantiasa berada di dalam agamanya yang baik selama ia tidak menumpahkan darah yang haram ditumpahkan”.
Baca lebih lanjut

Saudi: Pemimpin Dunia Islam atau Antek Amerika?

Rasa-rasanya tak ada negara yang lebih menarik untuk dikupas melebihi Saudi Arabia. Sederet frase mungkin langsung terbayang dalam benak kita begitu mendengar nama Saudi. Negeri kelahiran Rasulullah SAW, dua kota suci, Wahabi, minyak, dan sebagainya. Perspektif orang terhadap negara tersebut pun secara umum terbagi dalam dua kutub ekstrem. Mengagumi sedemikian rupa atau membenci sejadi-jadinya.

Bagi yang mengagumi Saudi, negeri yang kini dinakhodai oleh Raja Abdullah tersebut selalu dilihat dalam kaca mata putih sebagai pelindung utama dakwah tauhid, negeri yang sukses mendistribusikan kemakmuran terhadap segenap rakyatnya, negeri yang sukses menegakkan keamanan di segenap penjuru wilayahnya, serta negeri yang konsisten dengan hukum Islam di tengah moderenitas. Sementara bagi para pembenci Saudi, negara tersebut selalu dilihat dengan kaca mata hitam sebagai negeri yang lahir dari satu ‘paham’ yang sering dibilang ‘keras dan intoleran’, antek Amerika, pengusung diktatorisme, pembela feodalisme, pengekang hak-hak wanita, serta kehidupan glamour sebagian elitnya. Baca lebih lanjut

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Ketika Menghadapi Persoalan Agama?

Syaikh DR. Anis bin Thahir Al Andunisy hafizhahullah (sekarang pengajar tetap masjid nabawi dan dosen mahasiswa Pasca Sarjana di Universitas Islam Madinah) ketika beliau mengajar:

“Setiap permasalahan agama hendaklah dilakukan tiga tahapan:

1. طلب الدليل
2. طلب صحة الدليل
3. طلب صحة الاستدلال

1. Mencari/ mengumpulkan Dalil

2. Mencari/ mengumpulkan keshahihan dalil (yaitu mana dalil yang shahih diambil dan yang lemah apalagi palsu ditinggalkan)

3. Mencari/ mengumpulkan keshahihan pendalilan (yaitu mana dalil yang shahih tadi memang pantas dan cocok di dalam permasalahan ini diambil dan yang tidak cocok pendalilannya meskipun shahih ditinggalkan)”

ps.

1. Apakah ada dalilnya?
2. Kalau ada dalilnya apakah shohih atau tidak?
3. Kalau shohih apakah pemahan atas dalil tersebut benar atau tidak? (via rizqo)

Ketika Salafy Dikepung Dari Segala Penjuru…!!

Shahabat …,
Pernahkah kita merenung tentang golongan-golongan yang memusuhi Dakwah Salaf ini..? Pernahkah terbenak difikiran kita kenapa
golongan-golongan Islam, bersepakat memusuhi dakwah yang Haq ini..?

Jawabannya hanya 1: Masing-masing golongan yang memusuhi dakwah yang mulia ini, bukan lantaran murni membela agama islam dan melindungi islam melainkan lantaran adanya kepentingan-kepentingan masing-masing golongan terhadap apa yang telah dilakukan dengan menerapkan metode tashfiyah yakni pemurnian agama yang dilakukan oleh Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Coba anda lihat diantara golongan dalam Islam yang paling banyak gesekannya adalah terarah kepada Dakwah Salafiyyah, seluruh golongan sangat memusuhi dakwah ini.
Baca lebih lanjut

Membeli Makanan Pokok Bagi Jiwa

faturah

faturah

Hari ini, secara gak terencana, saya mengunjungi salah satu toko terbaik di kota Dammam. Selepas shalat Isya di masjid di samping Hyper Plasa, Jalawiyah, saya sopiri mobil ke Hayy Ibnu Khaldun. Setelah berbelok ke kiri, mobil masuk ke highway King Khalid yang panjang, yang menghubungkan ujung Dammam (King Fahd International Airport) hingga ujung kota lain, Al-Khobar. Saya ambil jalur lokal, menyusuri dua lajur yang tidak begitu besar tapi padat. Di sebelah kanan jalan sebelum naik ke fly over yang membelah Hayy Madintul Ummal, sampailah di Maktabah Ibnu (Qayyim) al-Jawzi, nama yang tidak asing bagi kita yang pernah membaca kitab Zaadul Ma’ad, seorang ulama murid Ibnu Taimiyah rahimahullah. Di toko tersebut, saya membeli makanan pokok bagi jiwa,,,,,, Kenapa? Jawabannya bisa didapati di bawah ini,,,,,

Ilmu adalah sayyidul ‘amal (penghulunya amal), sehingga tidak ada satu amalan pun yang dilakukan tanpa didasari dengan ilmu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah kaidah yang telah disepakati ummat,

اَلْعِلْمُ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ .

Ilmu dahulu sebelum berkata dan berbuat.”

[Lihat Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Ilmu, Bab Al-‘Ilmu Qablal Qaul wal ‘Amal (I/119)]

Ilmu juga merupakan makanan pokok bagi jiwa, yang karenanya jiwa akan menjadi hidup dan jasad akan memiliki adab. Oleh karena itu, Islam mewajibkan ummatnya, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu. Dan hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ .

Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.”

[Hadits shahih li ghairihi, diriwayatkan Ibnu Majah (no. 224), dari jalur Anas bin Malik radhiyallahu’anhu. Hadits ini diriwayatkan pula oleh sekelompok para shahabat, seperti Ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Umar, ‘Abdullah bin Mas’ud, Abu Sa’id Al-Khudriy, Al-Husain bin ‘Ali, dan Jabir radhiyallahu’anhum. Para ulama ahli hadits telah menerangkan jalur-jalur hadits ini dalam kitab-kitab mereka, seperti: Imam As-Suyuthi dalam kitab Juz Thuruqi Hadits Tholabil Ilmi Faridhotun ’Ala Kulli Muslimin, Imam Ibnul Jauzi dalam kitab Al-Wahiyat (I/67-71), Imam Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/69-97), dan Syaikh Al-Albani dalam kitab Takhrij Musykilah Al-Faqr (hal. 48-62)]

Tidak diragukan lagi bahwa kebutuhan seseorang terhadap ilmu lebih besar dari kebutuhannya terhadap makan dan minum, seperti pernah dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah,

الناس إلي العلم أحوج منهم إلى الطعام والشراب لأنهم يحتاجون إليها في اليوم مرة أو مرتين وحاجتهم إلي العلم بعدد اأنفاسهم

Manusia sangat membutuhkan ilmu dari pada (mereka) membutuhkan makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan sehari sekali atau dua kali, sementara ilmu dibutuhkan sepanjang nafasnya.” [Lihat Thabaqat Al-Hanabilah (I/146), Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 91), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 55-56)]

Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendakwahkan Islam kepada para Shahabat atas dasar ilmu. Sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman,

قُلْ هَـذِهِ سَبِيْلِى أَدْعُواإِلَى اللهِۚ عَلَى بَصِيْرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِىۖ … ۝

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), ‘Inilah jalanku yang lurus, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan ilmu.’” (Qs. Yusuf: 108)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru manusia kepada agama Allah atas dasar ilmu (بصيرة ), keyakinan (يقين ), dalil syar’i (برهان شرعي ), dan dalil aqli (عقلي ). [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (IV/422)]