Berdoa Sesuai Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Imam Al-Bukhari berkata, “Al-’Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali”, ilmu sebelum berkata dan beramal. Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah ta’ala “Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). [Shahihul Bukhari dalam kitab Al-Ilmu]

Dan banyak di antara bacaan doa sehari-hari kita kurang bisa dipertanggungjawabkan keshahihan riwayatnya. Sebagai misal, doa sebelum memulai makan atau berbuka puasa, dan masih ada yang lainnya lagi. Nah buku mungil ini mengajari kita untuk mengamalkan doa-doa harian berdasarkan sumber as-sunnah as-shahihah. Tidak sekedar menyebut doa yang harus dibaca untuk amal tertentu, tetapi juga disertai takhrij haditsnya.

Zaadul Adz-Dzakirin, kumpulan doa-doa dengan sumber As-Sunnah As-Shahihah

Zaadul Adz-Dzakirin, kumpulan doa-doa dengan sumber As-Sunnah As-Shahihah

Keutamaan Surah dalam Al-Quran

Selama ini di Indonesia banyak beredar hadits-hadits lemah bahkan palsu tentang keutamaan beberapa surah dalam Al-Quran. Agar tidak terjebak dalam perbuatan bid’ah karena beribadah (mengamalkan bacaan surah Al-Quran) tanpa dalil yang shahih, berikut fadhilah beberapa surah dal Al-Quran yang bersumber dari hadits-hadits shahih (terjemahannya menyusul….)

Fadhilah surah Al-Quran (dari brosur di masjid)

Fadhilah surah Al-Quran (dari brosur di masjid)

 

Fadhilah Surah Al-Quran II

Fadhilah Surah Al-Quran II

Wallahu’alam.

Hanya Satu Orang yang Akan Masuk Surga

Salah satu unsur yang memotivasi ibadah kita kepada Allah adalah karena pengharapan (rojaa) agar dimasukkan ke dalam surga dan khouf (takut) tergelincir ke nerakaNya. Meskipun ada unsur lain dalam ibadah seperti karena rasa cinta (hubb), merendah (Dzul), tunduk (khudhu’), dan doa kepada Allah swt. Yang membuat kita harus ekstra super semangat mendekatkan diri kepada Allah adalah keterangan bahwa golongan yang berharap dan takut tersebut tidaklah banyak, melainkan sangat sedikit. Tidak hanya jumlahnya yang minoritas, tetapi juga asing di tengah kehidupan dunia. Karena sedikit dan keterasingannya tersebut, bagi yang bersungguh-sungguh di jalanNya terasa lebih berat menjalaninya tetapi manis kelak hasilnya. 

Dalam sebuah riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam berawal ghariiban (asing, tak dikenal), dan akan kembali gharib sebagaimana pertama kali muncul.” Dan riwayat Ahmad dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, di akhir sabda shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, “maka beruntunglah bagi al-ghurabaa` (orang-orang asing).” Dan juga dikatakan di akhir riwayatnya; “Wahai Rasulullah, siapakah al-ghurabaa` itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Orang yang terasing dari kelompok-kelompok (manusia).” Dalam riwayat lain dari Al-Ajuriy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan al-ghurabaa`: “Orang-orang shaleh di tengah-tengah rusaknya manusia.” Sedang di riwayat Ahmad di sebuah hadits Sa’ad bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka beruntunglah pada hari itu bagi orang-orang yang shaleh, saat manusia telah rusak (agamanya).”     

Sesuai dengan namanya, al-ghurabaa`, adalah kelompok minoritas yang asing dan shaleh di tengah masyarakat yang telah rusak agamanya. Jika kita saksikan hari ini, telah tampak ciri-ciri yang digambarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat di atas. Prilaku korupsi misalnya, menjadi bagian dari kebiasaan yang dipratekkan dalam kehidupan hari ini. Orang-orang shaleh yang menolaknya justru disingkirkan dan difitnah hingga dibunuh karakternya (assasin character). Dalam pergaulan, mode, budaya, serta banyak lagi sisi kehidupan ini, kebanyakan kita telah cenderung mempertuhankan syahwat daripada norma-norma agama. Kita perhatikan pula kehidupan beragama masyarakat, berbagai macam syubhat dalam bentuk takhayul, khurafat, bid’ah, telah menjadi kehidupan masyarakat muslim. Juga dalam perekenomian , hampir semua lini terjerat riba. Memurnikan hal yang telah rusak seperti ini dicap negatif sebagai “wahabi,” “fundamentalis,” “radikal,” atau “Islam garis keras.” Di ranah pemikiran Islam, paham-paham asing di luar ajaran Islam telah mengambil alih ajaran-ajaran Al-Qur`an dan As-Sunnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Beruntunglah bagi al-ghurabaa`” Kami para sahabat bertanya: “Siapakah mereka al-ghurabaa`?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Sebuah kaum shaleh yang sedikit, di tengah-tengah mayoritas manusia yang rusak. Yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikutinya.” (HR. Ahmad).

Yang patut kita perhatikan lagi, sebuah riwayat hadits dialog antara Allah dengan Nabi Adam ‘alaihi salam. Isi hadits ini membuat kita merasa cukup berat menerima kenyataan, bahwa dari seribu manusia hanya satu saja yang dipersilahkan masuk ke dalam surga Allah. Bukan kita saja yang terkejut lalu sedih, para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sangat sedih ketika mendengar perkataan itu meluncur dari lisan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan diceritakan ada sahabat yang hampir tidak mau memberitahu hadits ini kepada manusia lain yang bukan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena takut manusia menjadi putus asa akan surga Allah. Tapi karena takut termasuk orang yang mernyembunyikan ilmu, maka sahabat tersebut memberitahukan juga kepada yang lain ketika menjelang ajal. Sebuah hadits yang banyak jalur riwayatnya, di antaranya yang diriwayatkan Tirmidzi dan Nasai: …. Itu adalah di hari Allah memanggil Adam (setelah manusia dihisab): “Wahai Adam, masukkan ahli neraka ke neraka.” Berkata Adam as: “Berapa Ya Rab?” Allah menjawab : “Dari 1000 ambillah 999 orang untuk dimasukkan ke neraka dan satu orang masuk sorga……. 

Tidaklah heran tampaknya, sebagaimana yang ditulis Prof Dr Ali Mustafa Yaqub dalam sebuah artikel Manusia yang Menyukai Neraka”; ketua panitia pengajian meminta maaf kepada penceramah karena jamaah yang hadir dalam pengajian tersebut tidak banyak. Ia semula mengharapkan agar jamaah yang datang dapat mencapai ribuan orang, tetapi ternyata hanya ratusan orang. Ia khawatir apabila penceramah kecewa dengan jumlah yang sedikit itu.

Apa komentar penceramah tersebut? Ia justru bersyukur dan tidak merasa kecewa. Katanya, ”Memang calon penghuni surga itu jumlahnya lebih sedikit dibandingkan calon penghuni neraka.”Ia pernah membaca koran bahwa di Ancol diadakan pagelaran maksiat. Yang hadir dalam pesta kemungkaran itu mencapai 700 ribu orang. Kendati pesta itu dimulai jam delapan malam, pengunjung sudah mulai datang sejak jam satu siang.”  

Penceramah kemudian bertanya kepada para hadirin, ”Apakah ada pengajian yang dihadiri oleh 700 ribu orang?” Hadirin pun serentak menjawab, ”Tidak ada.” Ia kemudian bertanya lagi, ”Apakah ada pengajian yang dimulai jam delapan malam, tetapi jamaahnya sudah datang jam satu siang?” Hadirin kembali serentak menjawab, ”Tidak ada.” Penceramah kemudian berkata, ”Itulah maksiat, dan inilah pengajian. Kalau ada pengajian dihadiri oleh ratusan ribu orang, boleh jadi pengajian itu bermasalah.” Wallahu’alam bi-sh-showwab. [Dammam, 5 Jum. Ula 1431, edited  6 Jum. Ula 1432]