SUDAH JAMAK di tengah masyarakat muslim dunia tersebar jadwal shalat 5 waktu dalam sehari. Utamanya di bulan suci Ramadhan, ada penambahan jadwal, yaitu waktu “imsak.” Secara bahasa imsak adalah “menahan”. Terkait dengan puasa, secara syar’i, imsak berarti menahan makan dan minum serta segala perbuatan yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga tenggelamnya matahari. Fajar yang terbit dimaksud di sini adalah fajar yang kedua, disebut “fajar shadiq” atau waktu masuknya shalat fajar (shubuh) dengan pertanda dikumandangkan adzan shalat shubuh. Tetapi di Indonesia khususnya, dari iklan produk obat hingga kampanye anggota DPR ramai mencetak jadwal imsakiyah dengan menuliskan waktu imsak 10 menit menjelang adzan shalat shubuh. Bahkan, Departemen Agama Republik Indonesia merilis secara resmi jadwal serupa. Benarkah menurut syari’at, imsak adalah waktu sebelum adzan shubuh berkumandang?
Ada beberapa kalangan berpendapat bahwa yang dilakukan kaum muslimin di Indonesia dengan menghentikan aktivitas yang membatalkan puasa sesuai jadwal imsak sebelum adzan shalat shubuh adalah sikap kehati-hatian agar tidak merusak puasa. Pemikiran ini sebenarnya bukan ciri khas agama Islam. Agama Islam adalah agama pertengahan (wasath), tidak ifrath (berlebihan, ekstrim) tetapi juga tidak tafrith (melalaikan, meremehkan). Hal inilah yang membedakan dan menyelisihi agama sebelumnya, Yahudi yang sangat ekstrim dalam syari’atnya sementara Nashara kebalikannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat.” (HR. Bukhari).
Yang lebih utama lagi, bahwa peribadatan dalam agama Islam mempunyai sifat tauqifiyah (sudah ditentukan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya). Selain itu, ibadah harus bersumber dari musyarri’ (Yang berhak menetapkan syari’at) yaitu Allah ta’ala. Dalam masalah imsak, Allah telah memberikan arahan sebagai berikut: “Makan dan minumlah kalian hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar ….” (Al-Baqarah: 187). Ayat ini diperjelas oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya: “Apabila Bilal mengumandangkan adzan (pertama), maka (tetap) makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” (Muttafaqun ‘alaih). Ayat Al-Qur`an dan hadits yang mulia ini mengajarkan kepada kita bahwa waktu imsak adalah saat fajar kedua (fajar shadiq) pertanda waktu mendirikan shalat shubuh tiba.
Baca lebih lanjut →